Slot Jackpot Online Slot Boneka Kayu Bersentuhan Khas Nusantara

Boneka Kayu Bersentuhan Khas Nusantara

Citramata; Boneka Kayu Bersentuhan Khas Nusantara

Boneka Kayu Bersentuhan Khas Nusantara
Boneka Kayu Bersentuhan – Mengunjungi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tak lengkap rasanya apabila pulang dengan tangan kosong. Hampir semua orang membawa oleh-oleh selepas mengunjungi kota yang berpredikat ’istimewa’ itu. Pakaian, makanan, aksesoris, gantungan kunci, hingga makanan, dan lain sebagainya adalah hal lumrah yang dibawa pelancong dari sana.

Biasanya, orang menjadikan bakpia, gudeg, baju lurik, dan celana panjang hickoryridgegrill.com batik sepulang dari Kota Pelajar. Namun, Hasan Agus Wiratomo (32) mencoba menciptakan opsi buah tangan lain yang bisa dibeli di Yogyakarta.

Mengandalkan skill yang dipelajari semasa kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Hasan menciptakan boneka dari kayu berbentuk bulat. Boneka itu dia lukis dengan motif custom sesuai permintaan konsumen. Ya, mulanya Hasan menjalankan bisnis boneka itu sesuai dengan orderan dari pelanggan, bukan menyediakan produk yang ready stock.

Hasan sendiri fokus menekuni teknik perpatungan saat berkuliah di ISI. Dia mengajak rekannya yang fokus mempelajari seni lukis untuk melukis di media boneka kayu. Akhirnya, berdirilah Modus pada tahun 2016.

”Kami diskusi untuk bikin usaha apa yang pas dikerjakan berdua. Setelah cari-cari di Pinterest, boneka Jepang yang dari kayu lalu dilukis. Wah, ini bisa dicontoh,” ujar Hasan saat berbincang dengan Validnews lewat sambungan telepon, Jumat (22/9).

Pasar yang dia incar pun dari wisuda hingga pernikahan. Beberapa kali, dia menjajakan boneka ciptaannya pada ajang wisuda di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

”Kita jual di UGM, UNY, saat wisuda. Kalau di ISI tidak jualan karena mereka (mahasiswa) yang bikin sendiri souvenir-nya,” candanya.

Modal mendirikan Modus pun tak membuat dompetnya menangis. Kala itu Hasan hanya merogoh Rp50 ribu untuk memulai bisnis. Wajar saja, dia hanya membeli limbah kayu yang masih layak pakai untuk diolah menjadi boneka, lalu dicat dengan peralatan yang sudah dimiliki sebelumnya.

“Cat-nya kita sudah ada modal duluan, sudah punya karena kita melukis juga. Jadi, modalnya skill aja,” tutur dia.

Sayang seribu sayang, Hasan yang tidak pernah menekuni ilmu perbisnisan mendapat kendala yang amat berat, yakni pada faktor pemasaran. Dia mengakui bahwa kedua pendiri Modus ialah ‘orang produksi’, yang notabene hanya fokus pada skill menciptakan produk, bukan menjual produk.

“Kesulitannya lebih ke penjualan dan pemasaran gitu karena keduanya orang produksi,” kata Hasan. Tak sampai kendala pada faktor pemasaran, hadirnya pandemi covid-19 di Indonesia tahun 2020 lalu membuat Hasan dan temannya menyudahi perjalanan Modus, jenama yang baru menapaki langkah di dunia perbuahtanganan Yogyakarta.

Modus sudah usai, tetapi perjalanan bisnis Hasan Agus Wiratomo tak bisa dihentikan oleh pandemi. Pada 2020 itu, dia melakukan rebranding Modus dengan nama Citramata dan produk yang tidak berbeda jauh. Hanya saja kali ini, dia menggunakan motif pakaian adat Indonesia untuk dilukis di boneka kayu.

“Produknya sama, tapi kalau Modus lebih ke custom untuk wisuda, pernikahan, dan belum ada produk yang ready stock,” imbuhnya.

Belajar dari pengalaman, Citramata, dia bangun dengan perlahan tapi pasti. Setahun pertama, Hasan tak meletakkan fokusnya untuk menjual produk dengan brand Citramata, melainkan fokus belajar dengan mengikuti kursus atau webinar soal bisnis.

Dia mengakui bahwa sekalipun sudah menggunakan media sosial sebagai alat promosi dan penjualan sejak 2016, masih banyak yang harus dia kulik lebih jauh agar pemasaran bisa dilakukan secara efektif dan membuahkan hasil nyata.

Hasan yang belum sekalipun mengantongi bekal ilmu berbisnis akhirnya memutuskan untuk ikut kelas-kelas online maupun webinar terkait bisnis. Di situ, dia belajar pemasaran, iklan, hingga karakteristik platform e-commerce.

“Sebelum 2020 hanya modal skill, lalu saat pandemi jadi nganggur dan punya banyak waktu untuk belajar bisnis,” ucap dia.

Tak hanya mengikuti kursus bisnis, dia juga meletakkan fokus pada tahun pertamanya untuk memperkenalkan brand Citramata dengan mengikuti sederet pameran, hingga bergabung pada komunitas-komunitas UMKM.

Adapun total modal yang dirogohnya untuk melakukan rebranding Modus menjadi Citramata ada di kisaran Rp10 juta.

“Kurang lebih setahun saya ikut webinar, pameran, dan komunitas gitu. Saya gak punya ilmu bisnis karena di kampus diajarkan berkarya bukan untuk berbisnis,” ungkap Hasan.

Related Post